Konspirasi Barcode dan Simbol 666
Pernah nonton film Mel Gibson berjudul “Conspiracy Theory”? Film menarik yang dirilis tahun 1997 ini dalam satu bagiannya memuat keistimewaan barcode atau yang juga dinamakan kode batangan. Seperti namanya, barcode lazimnya berupa garis-garis vertikal yang berbeda ketebalannya, di mana di bawahnya terdapat 13 angka dan juga simbol 666 secara tersembunyi.
Barcode memiliki beberapa variasi. Namun yang paling umum digunakan untuk mengidentifikasi produk di seluruh dunia adalah yang terdiri dari 13 angka. Hebatnya lagi, selain 13 angka tersebut, secara tersembunyi ada angka 666 yang diwakili oleh garis paling kanan, tengah, dan kiri, yang terdiri dari dua garis tipis dan lebih panjang dibanding garis lainnya.
Pernah nonton film Mel Gibson berjudul “Conspiracy Theory”? Film menarik yang dirilis tahun 1997 ini dalam satu bagiannya memuat keistimewaan barcode atau yang juga dinamakan kode batangan. Seperti namanya, barcode lazimnya berupa garis-garis vertikal yang berbeda ketebalannya, di mana di bawahnya terdapat 13 angka dan juga simbol 666 secara tersembunyi.
Dalam film tersebut, Mel Gibson yang berperan sebagai Jerry Fletcher, mantan “kelinci percobaan dari program mind-control” yang menjalani profesi sebagai supir taksi, tengah diburu CIA dan FBI. Dalam pelariannya, Jerry masuk ke toko buku dan membeli sebuah buku berjudul The Catcher in the Rye karya J.D. Salinger. Oleh kasir, barcode tersebut dipindai oleh mesin scanning (pemindai), suatu hal yang sangat lazim. Nah, saat barcode tersebut dipindailah, di suatu tempat, agen-agen intelijen AS yang memburu Jerry berhasil menemukan lokasi Jerry saat itu. Ada apa dengan barcode?
Barcode memiliki beberapa variasi. Namun yang paling umum digunakan untuk mengidentifikasi produk di seluruh dunia adalah yang terdiri dari 13 angka. Hebatnya lagi, selain 13 angka tersebut, secara tersembunyi ada angka 666 yang diwakili oleh garis paling kanan, tengah, dan kiri, yang terdiri dari dua garis tipis dan lebih panjang dibanding garis lainnya.
Mary Stewart Relfe, Ph.D, seorang pilot dan juga penelaah Alkitab asal Amerika dengan serius menelusuri latar belakang, motif, dan tujuan dipergunakannya sebuah barcode dalam identifikasi produk. Hasil penelitiannya sungguh mengejutkan dan dituangkan dalam sebuah buku berjudul “666 & The New Money System” (1982).
Stewart menegaskan jika sedari dulu hingga kini, ada satu rezim yang anti Tuhan yang bergerak secara amat rapi dan rahasia yang di hari akhir nanti berambisi untuk bisa menjadi tuan atas umat manusia dalam suatu tatanan dunia baru (The New World Order). Mereka bergerak dalam banyak bidang, terutama perdagangan dan keuangan, dan mereka inilah yang dengan sekuat tenaga memanipulasi nilai emas dan menukarnya dengan penggunaan uang kertas (Money Paper) yang sesungguhnya sama sekali tak bernilai.
Stewart menegaskan jika sedari dulu hingga kini, ada satu rezim yang anti Tuhan yang bergerak secara amat rapi dan rahasia yang di hari akhir nanti berambisi untuk bisa menjadi tuan atas umat manusia dalam suatu tatanan dunia baru (The New World Order). Mereka bergerak dalam banyak bidang, terutama perdagangan dan keuangan, dan mereka inilah yang dengan sekuat tenaga memanipulasi nilai emas dan menukarnya dengan penggunaan uang kertas (Money Paper) yang sesungguhnya sama sekali tak bernilai.
Stewart yang merupakan seorang janda dari mendiang Dr. CB. Relfe, seorang dokter dari Montgomery AS ini, bahkan menemukan kesesuaian ramalan ini dengan satu ayat dalam Injil (Wahyu 13: 16-18) yang berbunyi:
“Dan ia menyebabkan, sehingga kepada semua orang, kecil atau besar, kaya atau miskin, merdeka atau hamba, diberi tanda pada tangan kanannya atau pada dahinya, dan tidak seorang pun yang dapat membeli atau menjual selain daripada mereka yang memakai tanda itu, yaitu nama binatang itu atau bilangan namanya. Yang penting di sini ialah hikmat: Barangsiapa yang bijaksana, baiklah ia menghitung bilangan binatang itu, karena bilangan itu adalah bilangan seorang manusia, dan bilangannya adalah enam ratus enam puluh enam, 666”. Dari Uang Kertas Menuju Chip
Secara garis besar, kelompok atau dalam bahasa Stewart disebutnya sebagai ‘rezim’ ini mengawali dengan memanipulasi emas dan perak, dan akan mengakhirinya dengan penggunaan micro-chip yang ditanamkan di bawah kulit manusia. Micro chip ini selain berisi data pribadi seseorang yang lengkap, juga memuat data rekening bank yang bisa dipergunakan sebagai ‘alat pembayaran yang sah” tanpa perlu lagi memakai kartu kredit.
Jadi, micro chip yang terdiri dari kode garis yang tadinya tersimpan secara rahasia di bawah lapisan kartu kredit atau kartu debet, maka di masa depan kode-kode itu akan ditanamkan di bawah kulit manusia. Ada yang menyatakan di tanam di sekitar kening, antara mata, ada pula yang menyatakan telapak tangan bagian atas.
Stewart menulis, “Awalnya, penggunaan barcode hanya memiliki tujuan sebagai suatu sistem pengidentifikasian. Dan kedua, penulisan angka-angka identifikasi dalam bentuk sandi tersebut adalah untuk mempermudah transaksi ‘pembelian dan penjualan’. Namun yang sangat menggelisahkan, cara penyebarannya ternyata sangat jauh melampaui fungsi dasarnya dalam perdagangan. Saya dapat melihat bahwa penerapan teknologi barcode yang diterapkan pertama kali pada produk barang, disusul kemudian pada kartu-kartu, akan berubah menjadi sesuatu yang mengerikan dalam masyarakat yang tidak lagi menggunakan uang kontan. Cara-cara ini, lewat penggabungan antara sistem identifikasi dengan sistem pembelian dan penjualan dalam satu nadi elektronik, akan menyebabkan satu rezim mampu mengendalikan kehidupan setiap umat manusia secara total. Amerika Sebagai Perintis
Standarisasi uang kertas seluruh dunia awalnya mengacu pada Dollar AS. Sampai sekarang pun Dollar AS masih menjadi patokan bagi nilai tukar mata uang banyak negara, juga dalam perdagangan internasional, semisal barang tambang dan lain-lain.
Awal dari pemberlakuan uang plastik yang terdiri dari kartu kredit, kartu debet, dan sebagainya pun berawal dari negara ini. Dan bukan suatu hal yang kebetulan belaka jika pemberlakuan barcode dan micro-chip pun berasal dari sini. Hal ini selaras dengan lambang negara AS yang banyak sekali mengandung falsafah dari cita-cita rezim rahasia tersebut, seperti seloka Novus Orde Seclorum (Tatanan Dunia Baru), simbol 13 dan 666, serta piramida Illuminati yang terdiri dari 13 tingkatan.
“Awalnya, sistem itu diperkenalkan pada dasawarsa 1970-an di Amerika Serikat, pada barang-barang buatan pabrik; pada dasawarsa 1980-an, hal tersebut telah dijalankan di seluruh dunia. Sesuatu yang aneh dan janggal pada mulanya sekarang telah menjadi satu hal yang lazim,” ujar Stewart.
Jika nenek atau orangtua kita berbelanja barang di tahun 1960 atau awal 1970-an, maka biasanya kasir akan mencatat barang-barang apa saja yang dibeli secara manual, atau harga yang ada di setiap barang sudah ada di dalam kepala sang kasir tanpa harus dicatat lagi, maka sekarang, sudah menjadi kelaziman jika kita membeli sesuatu di toko-toko, maka si kasir akan melihat barcode dan melakukan pemindaian dengan sinar laser.
Jika nenek atau orangtua kita berbelanja barang di tahun 1960 atau awal 1970-an, maka biasanya kasir akan mencatat barang-barang apa saja yang dibeli secara manual, atau harga yang ada di setiap barang sudah ada di dalam kepala sang kasir tanpa harus dicatat lagi, maka sekarang, sudah menjadi kelaziman jika kita membeli sesuatu di toko-toko, maka si kasir akan melihat barcode dan melakukan pemindaian dengan sinar laser.
Penggunaan barcode dikatakan mampu mengendalikan kehidupan setiap umat manusia secara total adalah benar. Karena dengan terkumpulnya segala inf ormasi pembelian dan penjualan di suatu negara di server pusat barcode di AS, maka AS mampu membaca dengan baik bahwa negara A sangat tergantung dengan komoditas X, atau negara B sangat tergantung dengan komoditas G. Dengan adanya informasi ini maka AS bisa dengan sangat mudah mengendalikan suatu negara lewat “supply and demand” suatu produk. Jadi, pengendalian suatu negara dapat dilakukan AS secara mudah, tanpa perlu repot mengirimkan tentara dan sebagainya.
Menuju Masyarakat Tanpa Uang Tunai
Mary Stewart Relfe di dalam bukunya bercerita tentang suatu pertemuan akademis di sebuah perguruan tingi di Amerika. “Saya hadir dalam satu grup diskusi mahasiswa di AS. Salah seorang mahasiswa jurusan akuntansi bercerita pada saya: “Pada 1976, seorang pejabat The Federal Reserve Board menggelar satu seminar di Universitas Auburn. Seluruh mahasiswa dari jurusan bisnis, akuntansi, dan teknologi komputer diundang hadir. Judul pertemuan itu adalah ‘The Cashless Society’ (Masyarakat tanpa uang tunai). Pembicara dari The Fed itu merasa sangat yakin jika perdagangan di masa mendatang akan dilakukan tanpa menggunakan uang tunai.”
“Teknologinya sudah hadir di sini,” ujarnya. “Namun sarjana-sarjana sosiologi masih belum selesai mempersiapkan masyarakat agar dapat menerima suatu kondisi di mana uang tunai tidak perlu mereka bawa lagi dalam saku celana mereka.”
Pengganti uang tunai yang dimaksud di sini adalah uang plastik yang awalnya berbentuk kartu kredit (dan dikemudian hari kartu debet dan sejenisnya). Di dunia ini, ada dua jenis kartu kredit yang sangat terkenal yakni Visa Card dan Master Card. Sebenarnya ada satu lagi yang juga cukup terkenal namun lebih banyak menjangkau kelas atas, yaitu American Express.
Setiap orang yang memegang kartu kredit, maka seluruh data pribadinya telah ada di dalam pusat database perusahaan yang mengeluarkan kartu kredit tersebut. Perusahaan tersebut akan bisa dengan mudah mencermati gaya hidup seseorang yang sering mempergunakan kartu kreditnya untuk berbelanja.
Jika orang itu seseorang yang mempunyai kedudukan yang penting, politikus, usahawan, jenderal, atau bahkan pemimpin suatu negara, maka dengan mudah orang tersebut akan bisa dipengaruhi atau masuk ke dalam perangkap pihak-pihak yang berkepentingan dengan berbekal segala informasi dari transaksi kartu kreditnya. Informasi yang sesungguhnya sangat privacy ini menjadi hal yang sangat telanjang di hadapan para produsen kartu kredit yang semuanya berpusat di Amerika Serikat. Seperti halnya cuplikan film “Conspiracy Theory” di atas, berbekal transaksi dengan barcode (atau kartu kredit) secara real-time, maka CIA bisa menentukan lokasi orang yang dicari.
Dan satu hal lagi yang menjadi pertanyaan adalah persamaan sumber data seseorang dalam kartu kredit dengan sistem kekeluargaan Yahudi yang menganut sistem darah ibu. Jika Anda memegang kartu kredit dan hendak mengetahui segala informasi tentang kartu kredit Anda dengan cara menelpon Call Center, maka pertama-tama pasti Anda akan ditanyakan sang operator nama asli ibu kandung Anda, bukan Ayah Anda.
No comments:
Post a Comment