Antropolog evolusioner Rutgers, Erin Vogel, memikirkan penelitian baru yang diterbitkan tanggal 13 Desember 2011 dalam jurnal Royal Society, Biology Letters, memeriksa bagaimana orangutan Indonesia– kerabat dekat manusia - yang terancam punah bertahan hidup pada saat kelangkaan makanan dapat membantu para ilmuan memahami gangguan makan dan obesitas pada manusia.
“Ada wabah obesitas besar saat ini dan kita belum paham mengenai landasan kondisi obesitas atau bagaimana kerja diet protein tinggi dan rendah ini,” kata Vogel, yang penelitiannya, Bornean orangutans on the brink of protein bankruptcy, menjadi ilmuan pertama yang melihat bagaimana kera berwarna jingga berambut panjang – yang tergantung pada buah protein rendah untuk bertahan hidup ini – mempertahankan siklus protein, atau periode kelaparan protein. “Saya rasa mempelajari pola makan sebagian kerabat hidup terdekat kita, kera besar; dapat membantu kita memahami isu dalam pola makan sehari-hari masyarakat modern,” kata beliau.
Menurut Vogel, asisten professor antropologi Jurusan Antropologi dan Pusat Studi Evolusi Manusia, di Sekolah Seni dan Sains, penelitian menunjukkan kalau hanya pada saat periode asupan protein dan kalori tinggi orangutan memiliki lemak, sebuah fakta ilmiah yang kadang diabaikan oleh mereka yang percaya kalau pola makan karbohidrat rendah protein tinggi adalah cara terbaik untuk menurunkan berat badan. Ia mengatakan kalau hanya saat asupan kalori dibatasi orangutan menggunakan persediaan lemak untuk energy dan akhirnya menggunakan persediaan protein (otot) mereka 0 sebuah kondisi yang terlihat pada gangguan makan seperti anoreksia.
Orangutan khususnya menarik untuk dipelajari, kata Vogel, karena mereka satu-satunya spesies kera non manusia yang terdokumentasikan menyimpan lemak ketika makanan melimpah di alam liar dan menggunakan cadangan lemak ini ketika buah menjadi langka, mungkin sesuatu yang mirip seperti yang dilakukan leluhur manusia kita.
Vogel dan tim penelitinya, menganalisis sampel yang dikumpulkan dalam periode lima tahun untuk mempelajari pengaruh daur ulang protein, yang mencakup pemeriksaan metabolit urin dan isotop stabil nitrogen – senyawa dan limbah urin Orangutan. Apa yang mereka temukan adalah kalau primata ini mampu mempertahankan deficit protein berkepanjangan tanpa kelaparan sampai mati dengan mengkonsumsi daun protein tinggi dan kulit kayu dalam serta mendapatkan energy dari lemak tubuh yang mereka simpan dan bahkan dari otot mereka untuk periode waktu panjang ketika buah protein rendah tidak tersedia.
“Kami menemukan dalam penelitian ini kalau jumlah protein harian yang diambil orangutan ketika buah tidak tersedia tidak cukup untuk manusia dan sepersepuluh asupan gorilla gunung. Namun sudah cukup untuk mengatasi defisit protein parah,” kata Vogel.
Populasi Orangutan Kalimantan telah jatuh secara drastic dalam 50 tahun terakhir di Indonesia hingga mencapai 55 ribu ekor saja dan di Pulau Sumatera bahkan tinggal 5 ribu ekor karena sejumlah besar illegal logging dan pembersihan lahan untuk membangun kebun kelapa sawit di habitat mereka. Vogel mengatakan kalau walaupun perusahaan minyak sawit berpendapat bahwa pembersihan separuh daerah logging di rimba oleh tanaman sawit tidak merusak keberadaan orangutan karena habitat alami mereka telah diambil sejak lama, penelitian pada siklus protein ini menunjukkan kalau bahkan di wilayah yang sebagian saja pepohonannya diambil adalah lebih baik bagi kelangsungan hidup orangutan daripada tidak ada hutan sama sekali.
No comments:
Post a Comment